Insan Permuseuman Ingin "Mengeluh" Tentang Program MBG (Makan Bergizi Gratis)

Salah satu ruang tata pamer koleksi MUNASAIN


Di era Museologi Baru, keberadaan museum tidak lagi sekadar tempat menyimpan warisan budaya benda dan tak benda. Museum telah menjadi sebuah rumah peradaban, media edukasi dan informasi hingga ruang kegiatan publik Bahkan tidak mustahil lagi jika museum menjadi salah satu acuan bagi pengembangan dan penelitian dalam ruang lingkup yang lebih beragam. Selama tidak bertentangan dengan visi dan misi museum, siapa saja berhak memanfaatkan semua yang tersedia di dalamnya. Termasuk menjadikannya sebagai pertimbangan hingga bagian dari program pemerintah. Di antaranya adalah MBG (Makan Bergizi Gratis).

"Lho, untuk apa insan permuseuman bicara tentang MBG? Fokus saja ke permuseuman!"


Saya yakin, pernyataan seperti ini sangat memungkinkan akan muncul. Dengan adanya beragam anomali dalam program MBG yang terungkap, siapa saja berhak bersuara dan berpendapat. Termasuk insan permuseuman yang sekilas tampak seperti tidak ada hubungannya. Jika dipahami dengan kesadaran intelektualitas, dunia permuseuman dengan keragaman tematik sangat jelas memiliki keterkaitan khusus ketika membicarakan tentang MBG.


Di antara museum tersebut adalah Museum Nasional Sejarah Alam Indonesia (MUNASAIN), serta Museum Tanah & Pertanian. Kedua museum tersebut berlokasi dalam jarak yang saling berdekatan di kota Bogor, Jawa Barat. Tentu saja, meski secara garis besar memiliki perbedaan, kedua museum ini sama-sama menyajikan tata pamer mengenai aneka ragam ketahanan dan kedaulatan pangan nasional, yang seharusnya dapat menjadi elemen edukasi dalam pelaksanaan MBG. Disajikan dengan tata pamer dan narasi yang baik, pengunjung dipastikan tidak akan bosan bereksplorasi di dalamnya.


MUNASAIN sendiri merupakan pengembangan dari Museum Etnobotani Indonesia. Di dalamnya, kita bisa menyaksikan tentang kanekaragaman hayati Indonesia, sejarah alam Indonesia, tipe ekosistem di Indonesia hingga berbagai bentuk pemanfaatannya (salah satu bagian favorit saya dari museum ini adalah koleksi sampel dari berbagai bibit tumbuhan).


Sementara itu, Museum Tanah & Pertanian merupakan pengembangan dari Museum Tanah. Tempat ini tentunya idak hanya memamerkan koleksi berupa jenis tanah, batuan, pupuk, perangkat uji tanah hingga peralatan sepertj leta, maket dan alat survei tanah. Di museum ini kita juga diperkenalkan dengan dunia pertanian di Indonesia, yang ditampilkan dengan sangat menakjubkan. Mencakup dari sejarah, pengembangan hingga sisi kearifan lokal di setiap daerah.


Lalu, apakah ada hubungan kedua museum tersebut dengan program MBG? Saya pribadi, kalau kalian tidak sependapat, menyatakan bahwa hubungannya tentu saja ada.


Tata pamer koleksi tentang penelitian dan pengembangan di MUNASAIN


Pertama, kita jelas-jelas dan secara kasat mata, memiliki dua museum dengan tema yang memiliki ikatan erat dengan pangan, ketahanan pangan, keragaman pangan, atau terserah kalian menyebutnya dengan apa. Kalian bisa mengunjungi dan melihatnya secara langsung. Ada terlalu banyak aset edukasi yang tak ternilai di dalamnya. Inovasi dan pengembangan pangan dapat kita temukan di kedua museum tersebut.


Kedua, berbagai kontribusi dan inovasi yang dipamerkan di dalamnya seharusnya bisa dijadikan acuan evaluasi pelaksanaan MBG. Jika melihat beberapa kasus tentang bagaimana ketimpangan penyajian menu di berbagai daerah, saya seperti sedang menyaksikan anomali yang bahkan sangat tidak bisa diterima dengan akal sehat. Apalagi jika alasannya karena permintaan murid atau alasan apa pun.


Ketiga, kita seharusnya sangat mampu untuk menyampaikan muatan edukasi dalam program MBG. Bukan lagi bicara tentang anak-anak sekolah harus makan enak (jangankan ini, kenyataan yang terungkap saja tidak pernah menyentuhnya). Sebaliknya, program ini harus menjadi jembatan pemahaman bagi anak sekolah. Bahwa keanekaragaman pangan di bumi Indonesia dapat dijadikan olahan makanan yang lezat dan bergizi. Karena belum lama ini, seorang ahli dalam audiensi dengan DPR RI, secara terbuka mengkritisi penyajian menu MBG yang tidak sejalan dengan ide kedaulatan pangan.


Dan ini yang keempat. Dalam Pasal 1 Ayat (1) PP No. 66 Tahun 2015 tentang Museum, dinyatakan bahwa salah satu fungsi museum adalah mengomunikasikan koleksi kepada masyarakat. Bahkan menurut ICOM (International Council of Museums), fungsi museum dalam hal mengomunikasikan koleksi juga sama dan tidak berbeda. Fungsi ini seharusnya dapat berjalan dengan seutuhnya, tidak hanya sebatas penyampaian mengenai informasi pada koleksi di dalamnya. Mengomunikasikan koleksi museum seharusnya dapat diterapkan dengan serius dalam pelaksanaan program pemerintah di kehidupan nyata. Tidak hanya berhenti pada konsep di atas kertas.


Jadi, hanya inilah yang dapat saya sampaikan sebagai seorang insan permuseuman. Karena dalam mempraktekkan dan menegakkan Museologi Baru di Indonesia dibutuhkan keseriusan. Tidak hanya bergantung pada komunitas atau pengelola museum saja. Pemerintah juga harus menyadari potensi penting museum dalam kaitannya pada setiap program yang dijalankan. Sehingga museum tidak sebatas menjadi ruang pamer dan penyimpanan koleksi, tetapi juga ruang publik dan rumah peradaban yang menjadi panduan role model kehidupan berbangsa dan bernegara.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tonggak Sejarah Nusantara dari Pedalaman Mahakam

Tentang Fajar