Mengingat (Kembali) Maret Sebagai Bulannya Pak Harto
Oleh: Fajar Muhammad Rivai
Maret merupakan salah satu bulan yang istimewa dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia. Saya sendiri juga sepakat dengan pernyataan tersebut. Karena di bulan ini, seorang tokoh besar dilahirkan dengan membawa prestasi yang gemilang. Lahir di desa Kemusuk, Yogyakarta pada tanggal 8 Juni 1921, Jenderal Besar TNI (Purn.) H. Muhammad Soeharto (atau yang akrab dikenal sebagai Pak Harto) yang ketika itu masih berpangkat letnan kolonel menjadi terkenal berkat kepemimpinan lapangan beliau dalam Serangan Umum 1 Maret 1949. Di bulan yang sama pada tahun 1966, Surat Perintah Sebelas Maret dikeluarkan. Beliau yang ketika itu sudah berpangkat letnan jenderal memulai pemberantasan Partai Komunis Indonesia dan sisa-sisanya sebagai efek kegagalan aksi brutal yang dinamakan sebagai Gerakan 30 September/PKI (G30S/PKI).
Untuk mengingatkan kembali jasa dan peranan beliau dalam kancah sejarah Indonesia, melalui kesempatan yang sangat berharga, Yayasan Kajian Citra Bangsa dan Yayasan Harapan Kita bekerja sama dengan Asosiasi Museum Indonesia DKI Jakarta “Paramita Jaya” menggelar seminar nasional dengan tajuk “Maret Bulan Pak Harto; Kemusuk Bersimbah Darah dan Letnan Kolonel Soeharto”. Lokasi yang dijadikan berlangsungnya kegiatan tersebut adalah tempat yang sangat spesial yakni Museum Purna Bhakti Pertiwi yang berada dalam area Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Timur. Seminar nasional ini digelar pada hari Kamis lalu (16/03/2023), dengan diikuti secara daring mau pun luring oleh berbagai peserta dan tamu undangan.
Dalam seminar nasional ini, para narasumber mulai dari Jenderal (Purn.) Tyasno Sudarto (Kepala Staf Angkatan Darat periode 1999-2000), Dr. Sumardiansah Perdana Kusuma (Presiden Asosiasi Guru Sejarah Indonesia) dan Noor Johan Nuh (Sejarawan), menghadirkan pembicaraan menarik yang semakin membuka mata para peserta yang hadir mengenai perjuangan sekaligus peristiwa yang berkaitan dengan Letkol Soeharto. Salah satunya tentang peristiwa berdarah yang pernah terjadi di tempat kelahiran Pak Harto pada masa perang memertahankan kemerdekaan.
Kedamaian di desa Kemusuk pada tanggal 7-8 Januari 1949 menjelma menjadi tempat bersimbah darahnya para rakyat pejuang yang gugur di ujung laras senapan tentara Belanda. Menghadapi gempuran persenjataan modern, sebanyak 23 orang gugur termasuk Atmoprawiro, ayahanda dari Probosutedjo (salah seorang pejuang dan pengusaha nasional terkemuka di Indonesia). Tepat di tanggal 18 Maret 1949, Belanda kembali menyerang Kemusuk setelah mengepungnya terlebih dahulu. Dalam penyerangan brutal kali ini korban yang berjatuhan mencapai 228 orang. Pada 1 Maret 1992, oleh Probosutedjo, tidak kurang dari 202 kerangka jenazah berhasil dihimpun dan dipindahkan ke pemakaman Somenggalan.
Reputasi Pembantaian Kemusuk ini menyamai Pembantaian Rawagede (kemudian berganti nama menjadi Balongsari) yang terjadi di Karawang, 10 Desember 1947. Di mana sekitar 400 lebih orang laki-laki di desa tersebut dieksekusi oleh tentara Belanda dari kompi ketiga 3-9 RI (Regiment Infanterie) Koninklijke Landmacht (salah satu penuntut kasus Rawagede menyebut adanya keterlibatan pasukan KNIL dan kelompok paramiliter berkulit gelap), karena sosok Kapten Lukas Kustaryo yang mereka cari-cari gagal ditemukan. Sama seperti yang terjadi di Kemusuk, pada tanggal 9 dini hari, tentara Belanda mengepung Rawagede untuk mencegah pelarian penduduk.
Melalui seminar nasional ini pula, berbagai pemikiran dan dialog antara peserta dan narasumber mengenai Pak Harto dikemukakan. Banyak pihak yang mendukung adanya upaya untuk melestarikan dan menjaga kiprah perjuangan beliau beserta realisasi ide dan kontribusi yang telah beliau baktikan semasa hidupnya. Terutama di tengah terdeteksinya upaya de-Soehartoisasi yang dilakukan oleh segolongan oknum di ruang publik, beberapa waktu setelah Pak Harto memutuskan mundur dari kursi kepresidenan. Salah satu dari upaya ini adalah menegaskan dan menjadikan Museum Purna Bhakti Pertiwi sebagai media dan laboratorium pendidikan sejarah perjuangan bangsa, sekaligus memperkenalkan lebih dalam sosok Pak Harto sebagai salah seorang pejuang bangsa dan presiden kedua Republik Indonesia. Program ini diharapkan dapat dilakukan dalam waktu yang secepatnya dan tepat, dan terutama sekali ditujukan pada sekolah-sekolah yang berada dekat dengan museum tersebut.
Maret memang sudah sepantasnya kita nisbatkan sebagai bulan kepahlawannya Pak Harto. Satu ucapan yang selalu identik dengan beliau adalah "mikul dhuwur, mendhem jero". Kita adalah generasi yang hidup di masa kemudian, masa yang sangat memungkinkan kita untuk tidak lagi bertemu langsung dengan para pejuang dan pahlawan bangsa. Jasa dan prestasi yang beliau-beliau baktikan untuk negara ini akan selalu kita ingat dan kenang, sementara kekhilafan mereka adalah hal yang harus kita maafkan karena kita semua adalah manusia biasa. Manusia yang tidak mungkin lepas dari celaan bahkan yang tampak tidak terlihat sekali pun.
Sumber pendukung:
- Materi seminar nasional "Maret Bulan Pak Harto: Kemusuk Bersimbah Darah dan Letnan Kolonel Soeharto", diselenggarakan di Museum Purna Bhakti Pertiwi, komplek Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Timur, 16 Maret 2023.
- "Kemusuk Bersimbah Darah", diterbitkan oleh Yayasan Kajian Citra Bangsa, Jakarta, 2023.
- "Profil Desa Perjuangan: Gemuruh Kemusuk", diterbitkan oleh Tifa Proyeksi Utama, Jakarta, 1991. Buku ini telah melalui cetakan pembaruan oleh Yayasan Kajian Citra Bangsa, Jakarta, 1 Maret 2019.
- "Kekerasan Ekstrem Belanda di Indonesia; Perang Kemerdekaan Indonesia 1945-1949", oleh Remy Limpach, terjemahan diterbitkan oleh Yayasan Pustaka Obor Indonesia, Jakarta, September 2019. Judul aslinya adalah "De Brandende Kampongs van General Spoor", diterbitkan oleh Boom, Amsterdam, Belanda, 2016.
Catatan: Tulisan ini adalah tulisan pertama saya setelah sekian lama vakum dari dunia Blogger. Dengan berbagai aktivitas dan kegiatan yang baru terutama di dunia permuseuman, saya memutuskan untuk kembali menulis di sini. Apabila ada kesalahan dalam berbagai hal yang tertuang dalam blog saya ini, sudi kiranya untuk memaafkan serta memberikan kritik dan saran.
Komentar
Posting Komentar