Silaturahmi Dengan Ki Rachmat Iskandar: Ngobrol Santai di Perpustakaan dan Galeri Kota Bogor
Dari kiri ke kanan: Ki Rachmat Iskandar, saya dan Akhmad "Qordova Sartoni" di Perpustakaan dan Galeri Kota Bogor
Ini adalah salah satu dari sekian banyak kesempatan yang belum tentu selalu bisa didapatkan oleh saya dan teman saya, Akhmad “Qordova Sartoni” ketika berkunjung ke Kota Bogor. Merupakan momen yang sangat luar biasa, khususnya bagi saya, karena di tahun ini bisa kembali bertemu dengan seorang budayawan, yang dalam pandangan saya juga penggiat sejarah sekaligus pengamat cagar budaya. Saya mengenal sosoknya dengan nama “Ki Rachmat Iskandar”, dan terbiasa menyapa dengan “Ki Rachmat”. Tepatnya di hari Kamis (29/08/2024) yang cukup cerah, saya dan Akhmad bertemu dengan beliau di tempat yang cukup menjanjikan dan kondusif; Perpustakaan dan Galeri Kota Bogor.
Tentunya pertemuan kami lebih
dari sekadar silaturahmi bagi saya pribadi, mengingat saya pernah bertemu
dengan beliau untuk kali pertama di tahun 2019 di Gedung Kemuning Gading, Kota
Bogor. Setelah sekian tahun hanya terhubung secara daring melalui WhatsApp,
kami bersepakat untuk bertemu secara langsung, lalu membahas berbagai topik
yang sebelumnya hanya disinggung secara sekilas dalam grup WhatsApp.
Beberapa waktu terakhir, saya dan
teman saya beberapa kali menyinggung dan menyampaikan pandangan tentang
permasalahan Museum Perjuangan Bogor serta carut-marut kebudayaan di Kota
Bogor. Setelah merunut dari berbagai penelusuran dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku (khususnya PP No. 66 Tahun 2015 tentang
Permuseuman), Museum Perjuangan Bogor tidak memenuhi aspek kelayakan untuk
dikatakan sebagai museum. Demikian pula mengenai kepengelolaan yang begitu
memprihatinkan, ditandai dengan tidak kompetennya kepala museum, kuratorial
yang berantakan, hingga register untuk setiap koleksi di dalamnya tidak
diperhatikan. Permasalahan ini seharusnya sudah bisa diakhiri sejak sebelum
2019, setidaknya dalam sudut pandang saya secara pribadi. Namun para pihak yang
bertanggung jawab maupun yang seharusnya menangani permasalahan di Kota Bogor
belum mencapai kata sepakat. Museum Perjuangan Bogor berubah menjadi tempat
yang menyedihkan dan terkatung-katung dalam pengelolaan yang tidak sesuai.
Saya sangat beruntung dengan
kesiap-sigapan Ki Rachmat dalam mengelola arsip terkait Museum Perjuangan
Bogor. Pengalamannya dalam membantu pengelolaan museum ini, serta rekam jejak
anggota keluarga beliau yang terdahulu di ranah yang sama, membuka mata saya
bahwa apa yang diperjuangkan dari museum ini bukan lagi mengenai soal
keberadaannya yang sudah dipastikan akan sangat sulit dilakukan atau malah
seharusnya ditiadakan dengan begitu banyak permasalahan yang melingkupinya. Namun,
sesuatu yang diperjuangkan tersebut sudah wajib maju. Mulai berfokus pada penyelamatan
dan pengamanan terhadap banyak koleksi yang terdata dalam arsip yang beliau
bagikan kepada saya. Koleksi yang seharusnya riwayat di dalamnya mengenai
sejarah perjuangan di Kota Bogor dalam masa perang kemerdekaan itu digali dan
dikaji, kemudian disampaikan kepada para pengunjung. Berdasarkan pengalaman
saya bergelut dalam dunia permuseuman, Museum Perjuangan Bogor pun saya
sepakati untuk ditiadakan ketimbang berdiri tanpa status yang sah apalagi hanya
menjadi rebutan banyak pihak yang memiliki agenda tersendiri di luar
permuseuman.
Pembahasan kemudian berlanjut
mengenai situasi dan kondisi cagar budaya maupun ranah kebudayaan di Kota Bogor
yang belum bisa memenuhi harapan publik secara utuh. Terselip juga mengenai
keluh-kesah, harapan dan curahan hati dari beberapa pihak melalui japri (jalur
pribadi) yang disampaikan melalui WhatsApp kepada saya. Masing-masing dari kami
bertiga menyepakati sebuah usul mengenai pengadaan sebuah forum yang digelar
selama sebulan sekali di Kota Bogor. Adapun mengenai model perannya, saya tertarik
dengan forum MuGaleMon (Museum-Galeri-Monumen) yang diadakan oleh Asosiasi
Museum Indonesia DKI Jakarta dengan kolaborasi bersama pihak-pihak terkait
seperti Dinas Kebudayaan DKI Jakarta. Perbedaannya terletak pada cakupan atau
ruang lingkupnya, jika MuGaleMon terbatas pada serba-serbi permuseuman, maka
forum khusus ini menjangkau tema yang lebih luas lagi. Ada begitu banyak
permasalahan seni, budaya, sejarah, museum dan cagar budaya yang perlu
diperhatikan dan didiskusikan.
Forum khusus ini tidak hanya sekadar mendiskusikan topik permasalahan seputar beberapa hal di atas. Diharapkan agar para pihak yang terlibat di dalamnya dapat saling memahami (bukan dalam arti saling menerima begitu saja dalam konteks pasrah atau ‘legowo’ dengan keadaan), melakukan transfer ilmu dan wawasan, bersama-sama merumuskan jalan keluar atau solusi, hingga berperan sebagai pengawas sekaligus penyeimbang atas setiap program dalam bidang kebudayaan yang menaungi kelima hal yang telah disebutkan tadi.
Namun, sekali lagi, sebagai orang luar yang menikmati setiap petualangan, saya dan Akhmad “Qordova Sartoni” hanya bisa merekomendasikan berdasarkan rekam jejak dan pengalaman kami selama berkegiatan dan berkontribusi di Jakarta. Sebagai kedua pemuda yang peduli dengan perkembangan kebudayaan di Kota Bogor secara menyeluruh, kami menyatakan keprihatinan atas beragam kendala dan masalah yang dihadapi oleh para penggiat budaya, seni dan sejarah di kota yang dahulu pernah meraih kejayaan hebat di era Pakuan Pajajaran.
Komentar
Posting Komentar