Duta Museum Jakarta Belajar Membatik
Museum sudah tidak lagi dipandang sebagai tempat penyimpanan benda-benda peninggalan masa lalu belaka, di mana orang masuk dan keluar hanya melihat itu saja. Namun berbagai kegiatan utamanya yang bertema seni dan budaya juga dapat dilakukan. Salah satunya dengan membatik.
Dalam rangka memperdalam pengabdian sebelum melakukan program kerja yang akan datang sebagai Duta Museum DKI Jakarta 2019, di hari Minggu (22/12/2019) yang lalu saya dan ketiga rekan yang lain (Adiva Cesha, Awaliyah Rizka dan Fikri Sutrisna) mengadakan kunjungan ke Museum Tekstil yang berlokasi di Jl. Aipda KS Tubun No. 2-4, Jakarta Pusat. Semula kami akan melakukan kegiatan memandu dan mengarahkan anak-anak sekolah yang akan mengikuti kegiatan workshop membatik di bagian Pendopo Batik. Namun karena mereka sudah datang lebih pagi dari yang diperkirakan (dan mereka sudah membubarkan diri), kami berinisiatif untuk mencoba membatik, suatu kegiatan yang bagi saya pribadi sudah tidak asing lagi.
Setelah menikmati kopi dan teh yang kami beli dari kedai Kopikan Museum di gedung utama Museum Tekstil, kami bergerak menuju Pendopo Batik. Mas Dimas selaku instruktur batik museum ini menyambut kedatangan kami berempat lalu berbincang-bicang sejenak tentang kegiatan yang akan dilakukan, menyimak arahan cara membatik kemudian mulai melakukan praktek. Pertama-tama kami dipersilakan memilih gambar pola yang akan digambar pada selembar kain putih ukuran 25x25 cm. Selesai menggambar, kami berempat menuju tempat menyanting yang sudah disiapkan. Peralatannya pun masih tradisional. Sebuah kompor berbahan bakar minyak tanah ukuran kecil di dalam sebuah wadah penampung lengkap dengan wajan mini dengan malam cair di dalamnya. Perlu diketahui, fungsi wadah tadi berguna sebagai pencegahan agar malam tidak meluber banyak ke luar. Tidak hanya itu, kami juga mengenakan celemek, yang berguna sebagai penghalang cipratan atau tumpahan malam ke pakaian.
Mula-mula kami menyelupkan canting ke dalam cairan malam yang masih panas. Untuk memastikan tidak ada sisa malam yang membeku, penyelupan ini perlu dilakukan berulang-ulang. Lakukan dengan perlahan agar cairan malam tidak menyiprat ke tangan, karena dalam beberapa kesempatan ada saja pemula yang mengalaminya. Setelah mengambil cairan malam secukupnya, ujung canting diarahkan pada bagian garis pola yang dianggap lebih mudah untuk ditorehkan. Ini pun dilakukan dengan pelan tapi pasti. Jika ujung canting sudah tidak mengeluarkan malam atau sudah habis, ambil lagi secukupnya seperti di awal.
Proses membatik memang membutuhkan kesabaran. Untuk mendapatkan hasil maksimal, disarankan untuk menorehkan malam kembali di garis pola yang sama hingga menembus ke bagian belakang kain. Fungsinya adalah menguatkan rintang pada gambar agar tidak ikut terwarnai nantinya.
Disarankan untuk memikirkan hal-hal yang positif agar hasil yang didapat lebih maksimal. Menariknya lagi, menurut penuturan Bapak Muhammad Sartono (pendiri dan ketua komunitas Sahabat Budaya Indonesia), membatik juga menjadi sarana alternatif mencari jodoh bagi para penguasa yang belum beristri. Dari cara membatik itulah mereka bisa menemukan pasangan yang memenuhi kriteria, dalam artian sosok pendamping yang penyabar.
Kami beralih ke proses mewarnai dan menghilangkan malam. Semua proses lanjutan kami simak mulai dari memberikan rintang lilin putih di setiap sudut kain, menyelupkan kain ke warna pengikat dan garam warna yang diinginkan. Kain yang diberi warna lalu dibilas dengan air dingin. Baru kemudian kain bisa direndam sebentar dalam air panas yang dicampur dengan tepung kanji. Tepung kanji inilah yang membantu mempercepat proses pelepasan malam dari kain. Nah, nantinya bekas rintang yang sudah saya sebutkan tadi akan menciptakan garis putih yang tidak tersentuh proses pewarnaan sebelumnya. Kain yang masih panas dan sudah dihilangkan dari malam kembali direndam sebentar dalam air dingin. Hasilnya pun cukup baik. Kami merasa puas dengan kain batik hasil karya tangan sendiri.
Di akhir kegiatan kami berempat menyempatkan diri untuk berfoto bersama dengan memamerkan kain batik seukuran saputangan tersebut. Tidak lupa, sebelum pulang kami berpamitan pada Mas Dimas dan yang lainnya.
Komentar
Posting Komentar