"Penobatan Prabu Siliwangi" Dalam Torehan Seni Lukis di Galeri Bumi Parawira

Post di Instagram mengenai kegiatan bedah karya yang dimaksud


Sebagai wujud kolaborasi antara seniman, pelaku kreatif sekaligus pegiat sejarah di Kota Bogor dalam upaya pendokumentasian peristiwa-peristiwa historis di kota ini lewat koleksi kesenian yang inspiratif, Galeri Bumi Parawira terus berupaya melakukan sosialisasi baik kepada warga asli Kota Bogor maupun dari luar. Hal ini tentunya untuk mewujudkan Kota Bogor yang tidak lupa akan akar budaya dan sejarahnya dengan setiap pencapaian hingga hari ini.

Kota ini telah berdiri sejak ratusan tahun lalu dan mengalami berbagai perubahan, peristiwa serta menyimpan memori yang harus dilestarikan. Adapun nama galeri ini memiliki arti “Rumah Para Pemimpin yang Berani dan Berjasa”. Meski dalam deskripsinya menyajikan sejarah dan kisah para pemimpin berani dan berkedudukan di Kota Bogor sejak masa Kerajaan Pajajaran hingga kini, Galeri bumi Parawira memiliki nilai dan kedudukan yang lebih dari sekadar hal tersebut. Sejalan dengan kalimat yang saya kutip di awal pada caption di akses masuk Galeri Bumi Parawira, saya secara pribadi menyebut bahwa galeri ini adalah bagian dari reperesentasi dari perjalanan dan perkembangan Kota Bogor.


Sambutan dari perwakilan Galeri Bumi Parawira di auditorium Perpustakaan Kota Bogor









Tur di Galeri Bumi Parawira dan beberapa koleksi di dalamnya


Kemarin, saya dan teman saya berkesempatan menghadiri acara bedah karya salah satu koleksi yang dipamerkan dalam Galeri Bumi Parawira. Sekadar informasi, galeri ini berlokasi di Perpustakaan Kota Bogor, tepatnya di lantai tiga. Acara ini sangat menarik karena koleksi yang dibedah adalah sebuah lukisan mengenai pengobatan salah seorang raja terkemuka dalam Tatar Sunda bahkan dianggap sebagai sosok raja yang besar. Beliau adalah Sang Prabu Jayadewata yang juga bergelar Prabuguru Dewataprana, yang lebih populer dengan nama Prabu Siliwangi. Meski lukisan ini belum lama dibuat, koleksi Galeri Bumi Parawira ini seperti menawarkan hal yang baru dan menarik, mengingat bagaimana prosesi penobatan seorang raja Sunda dalam karya seni tidaklah banyak.

Kegiatan diawali dengan tur bersama audiens, menjalajahi ruangan dan tata pamer dalam Galeri Bumi Parawira. Peserta bedah karya diperkenalkan dengan beberapa karya seni lukis dan replika artefak/ benda cagar budaya mengenai Kerajaan Pajajaran hingga sejarah perjalanan Kota Bogor dari masa ke masa beserta pencapaian dan kontribusi para pemimpinnya. Secara keseluruhan saya sangat menyukai tata pamer di galeri ini, tentunya jika terus dikembangkan dan diperbarui akan menjadi tempat yang sangat ikonik.





Sesi bedah karya lukisan Penobatan Prabu Siliwangi bersama tim pelukis dan tim riset


Setelah tur, peserta memasuki auditorium di lantai dua untuk mengikuti sesi bedah karya bersama Gunawan, Agus Nur dan Sobirin selaku tim pelukis dengan MRCandiaz sebagai tim riset , dimoderatori oleh Eko Hadi. Dalam sesi ini dijelaskan bahwa untuk membuat lukisan penobatan Prabu Siliwangi tersebut, ada berbagai interpretasi dan riset yang dilakukan bahkan jauh hingga ke Situs Kawali di Ciamis, Jawa Barat. Pemilihan situs ini dilakukan karena di sana dilakukan prosesi penobatan pertama Prabu Siliwangi sebagai penguasa Kerajaan Galuh, sebelum kemudian berpindah ke Pakuan untuk melakukan penobatan yang kedua. Kedua peristiwa ini mengukuhkan Prabu Jayadewata atau Prabu Siliwangi sebagai pemersatu Tatar Sunda dalam bingkai Kerajaan Pajajaran. Tidak hanya riset, sebagai langkah awal para pelukisnya menciptakan rancangan sketsa dan pembagian kerja bersama yang dapat dirampungkan selama satu bulan dengan segala lika-likunya yang dibagikan sebagai cerita menarik. Proses pengerjaan diawasi dan dinilai langsung oleh Bima Arya selaku walikota Kota Bogor.

Jika kita perhatikan, lokasi penobatan ini memiliki latar belakang lembah dan Gunung Salak di kejauhan, Prabu Siliwangi duduk di atas batu khusus yang disediakan untuk penobatan. Beliau dikelilingi oleh pemuka agama yang berperan memakaikan mahkota Binokasih, mencipratkan air suci dan membunyikan lonceng kecil. Tampak juga seorang abdi yang memegang wadah yang tampaknya sebelumnya dijadikan tempat pengantar mahkota Binokasih, representasi dari kelima Pandawa, para raja dari kerajaan-kerajaan vasal yang dinaungi oleh Kerajaan Pajajaran, serta perwakilan dari para rama atau pemimpin kampung/desa yang terpilih. Berdasarkan riset dan penentuan arah yang serupa dengan yang di Situs Kawali, besar kemungkinan lokasi tersebut ada di kawasan Batutulis yang berada di bagian selatan Kota Bogor. Di tempat ini juga terdapat Prasasti Batutulis yang dibuat oleh penerus beliau, pangeran yang kemudian menjadi Prabu Surawisesa. Dilihat dari sorotan cahaya matahari yang tampak dalam lukisan, penobatan tersebut jika menggunakan penunjukan waktu modern berada di antara pukul 9 atau 10 pagi.

Meski terkendala dengan minimnya sumber dalam sejarah Tatar Sunda, hasil interpretasi dan riset yang mewujud dalam lukisan tersebut benar-benar karya seni yang epik dan indah. Lukisan ini seakan mengajak kita untuk menghayati dan merasakan bagaimana khidmatnya prosesi penobatan seorang raja besar yang namanya sampai hari ini tetap diingat dan disanjung karena bakti dan kebesarannya dalam membangun kejayaan Tatar Sunda. Sosok Sang Prabu Siliwangi dalam lukisan ini ditampilkan sebagai figur yang penuh kedamaian, ketenangan dan memiliki kepercayaan diri yang besar untuk mengemban amanah sebagai seorang penguasa.

Setelah sesi bedah karya ini, Galeri Bumi Parawira juga mengupayakan agar ada acara serupa dengan karya seni lain. Tujuannya tentu tidak hanya menjadi edukasi, tetapi juga pencerahan kepada insan Kota Bogor maupun luar Kota Bogor. Saya pun berdoa dan berharap agar tetap dapat memiliki kesempatan untuk turut hadir dan menuliskan apa yang saya simak.

 

TAMBAHAN

Mengenai latar belakang penobatan Prabu Siliwangi ini salah satunya saya jumpai dalam “Sejarah Jawa Barat: Penelusuran Masa Silam” yang disusun oleh Saleh Danasasmita, Yoseph Iskandar dan Enoch Atmadibrata. Di dalamnya tercantum mengenai pertentangan antara Prabu Susuktunggal dari Sunda dan Prabu Dewa Niskala dari Galuh, berkaitan dengan terjadinya pelanggaran terhadap purbatisti keraton. Adapun inti masalah pertentangan tersebut dapat disimak melalui gambar di bawah berikut, yang saya abadikan melalui tangkapan kamera. Mohon kebijaksanaan pembaca dalam memahaminya.





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Insan Permuseuman Ingin "Mengeluh" Tentang Program MBG (Makan Bergizi Gratis)

Tonggak Sejarah Nusantara dari Pedalaman Mahakam

Tentang Fajar